Selasa, 17 Maret 2015

Pengertian Idul Adha

IDUL ADHA

Dalam kamus al Munawwir halaman 983 idul adha diartikan dengan hari raya qurban dan dalam buku ensiklopedi Islam jilid 3 halaman 81 qurban berarti dekat atau mendekati sedangkan dalam ilmu fiqih qurban berarti juga udhiyah yang berasal dari kata dahwah atau duha yang kemudian diambil kata dahiyah bentuk jamaknya adalah udhiyah. Imam sayyid sabiq dalam kitab fiqh sunnah jilid 2 halaman 28 menyebutkan:
“Kalimat udhiyah dan dhahiyah adalah nama untuk sesuatu yang disembelih baik berupa unta, sapi atau kambing di hari raya qurban dan hari tasyriq karena mendekatkan diri kepada Allah”

Diantara ayat al Quran yang selalu dijadikan dasar pelaksanaan qurban adalah surat al Kautsar ayat 1-3:
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus.

Dan surat al Hajj ayat 36:
dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, Maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam Keadaan berdiri (dan telah terikat). kemudian apabila telah roboh (mati), Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu, Mudah-mudahan kamu bersyukur.

Berdasarkan ayat-ayat tersebut, mazhab Imam Hanafi memberikan hukum wajib menyembelih hewan qurban setiap tahun bagi orang yang bermukim (bukan musafir). Akan tetapi mayoritas ulama yakni mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali memandang bahwa hukum melaksanakan ibadah qurban adalah sunah muakkad (sunah yang sangat dianjurkan).

Terlepas dari perbedaan hukum tersebut yang jelas dan perlu kita ingat adalah bahwa disyari’atkannya menyembelih hewan qurban berawal dari sebuah peristiwa yang dialami Nabi Ibrahim a.s melalui mimpi, hal ini dijelaskan dalam surat ash Shaffat ayat 102-107:

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar". Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu Sesungguhnya Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.

Ajaran Ibrahim atau penemuan beliau benar-benar merupakan lembaran baru dalam sejarah kepercayaan dan kemanusiaan. Walaupun tauhid bukan sesuatu yang tidak dikenal sebelum masa beliau, demikian pula neraca keadilan Allah serta pengabdian kepada yang hak dan transenden, namun itu semua sampai pada masa Ibrahim bukan merupakan ajakan kenabian dan risalah untuk seluruh umat manusia.
Ibrahim hadir dipentas kehidupan pada suatu masa persimpangan menyangkut pandangan tentang manusia dan kemanusiaan. Beliau hadir pada masa ketika diperselisihkan tentang boleh tidaknya manusia dijadikan sesajen kepada Tuhan. Satu pihak memperbolehkannya dan pihak yang lain tidak memperbolehkannya karena manusia terlalu mulia untuk tujuan tersebut. Melalu Ibrahim secara amaliyah dan tegas larangan mengorbankan manusia dikukuhkan. Bukan karena manusia terlalu tinggi nilainya sehingga tidak wajar untuk dikorbankan akan tetapi karena Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Ibrahim bermimpi bahwa putranya yang bernama Isma’il disembelih dan ketika dimintai pendapat tentang mimpi bapaknya maka dengan keshalihannya Isma’il menjawab: “Wahai bapakku laksanakanlah apa yang diperintahkan, niscaya engkau akan menemuiku termasuk orang yang sabar”. Ketika perintah tersebut akan dilaksanakan oleh Ibrahim dan Isma’il maka Allah dengan kekuasaan-Nya menghalangi penyembelihan tersebut dan menggantikannya dengan yang lain sebagai tanda bahwa hanya dengan kasih sayang Allah kepada manusia maka praktek pengorbanan semacam itu tidak diperkenankan.

Dari peristiwa penemuan dan pembinaan keyakinan Nabi Ibrahim tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud kurban bukanlah perbuatan mengalirkan darah binatang dan membagi-bagikan dagingnya, hal dijelaskan dalam al Quran surat al Hajj ayat 37:

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.

Juga dalam surat al Hajj ayat 34-35 dijelaskan:
dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah), (yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka.

Dengan kata lain, menyembelih qurban dihubungkan dengan perbuatan taqwa, berserah diri kepada Allah, rendah diri dan sabar dalam menghadapi kesukaran dan ujian. Perbuatan menyembelih hewan qurban terang-terangan disebut dapat mempengaruhi batin, karena dapat membuat hati menjadi gemetar pada saat nama Allah dikumandangkan.

Menyembelih hewan qurban dan mengalirkan darahnya tidaklah membuat orang yang berqurban menjadi buas atau kejam melainkan sebaliknya membuat mereka merasa rendah hati. Kenapa demikian? Karena mereka sadar jika hewan yang dikuasainya saja mau mengorbankan dirinya maka sudah sewajarnya mereka harus berani mengorbankan hidupnya di jalan yang Allah ridhai. Allah bukan sekedar majikan manusia namun Allah adalah dzat yang menciptakan dan memelihara manusia dan kekuasaan Allah jauh lebih besar dari kekuasaan manusia atas binatang.

Dari uraian tersebut Nampak sekali bahwa Islam member pengertian baru terhadap ajaran qurban. Tradisi qurban yang sudah biasa dilakukan oleh sebagian manusia diartikan lebih mendalam oleh agama Islam. Dalam bentuk lahir mungkin saja ada persamaan tetapi dalam bentuk batin sangat berbeda. Agama terdahulu sebelum Islam datang mengartikan qurban dengan maksud meredakan murka Allah atau menebus dosa tetapi menurut Islam qurban berarti pengorbanan jiwa dan raga, lahir dan batin serta menjadi lambang kerelaan dirinya untuk mengorbankan hidupnya dan segala sesuatu yang dimilikinya untuk membela kebenaran dan mencari keimanan kepada Allah yang sesungguhnya.

Menyembelih binatang qurban merupakan gambaran agar menyembelih sifat kebinatangan yang ada dalam diri manusia. Sedangkan dipilihnya hari untuk menyembelih hewan qurban memiliki maksud agar seluruh hati umat Islam khususnya dan umat manusia umumnya berdenyut dalam waktu yang sama untuk melaksanakan satu cita-cita yaitu meneguhkan keimanan kepada Allah swt. Dengan demikian ibadah qurban pada idul adha memimpin manusia untuk mengembangkan cita-cita berqurban demi kepentingan umat manusia secara keseluruhan.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar