Selasa, 22 September 2015

HIKMAH QURBAN

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

)الله أكبر ×9  (لا إله إلا الله، والله أكبر ، الله أكبر ولله الحمد
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. أما بعد
 فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْ تُنَّ  إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. وَقَالَ تَعَالَى لَنْ يَنَالَ اللهَ لُحُوْمُهَا وَلاَدِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ، كَذَالِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوْا اللهَ عَلَى مَاهَدَ اكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ.

Allahu Akbar 3x Walillahil Hamdu!
Hadirin Jama’ah Idul Adha Rohimakumulloh

Yang terpenting dalam berqurban adalah niat mengorbankan jiwa raga kita agar sanggup membebaskan diri dari pengaruh hawa nafsu, mampu mengendalikan diri sehingga ia tidak terjerumus kedalam perilaku hidup hedonistic, dan dalam melakukan sesuatu perbuatan, ia hanya melakukan perbuatan yang benar-benar perlu dan diperlukan; ia bertindak efisien, disiplin, istiqamah, dan selalu peduli terhadap lingkungan dalam rangka memupuk kesadaran dan solidaritas. Seluruh aktivitasnya, gerak maupun diamnya, seluruhnya ia niatkan karena Allah.

Esensi niat karena Allah adalah memurnikan ketaatan dan kepatuhan hanya kepada Allah sebagai wujud keimanan dan kesadaran selaku makhluk dan khalifah Allah di muka bumi. Niat karena Allah mempunyai fungsi antara lain: (1) menumbuhkan kesadaran tentang keberadaan (eksistensi) Allah , (2) menginsyafkan bahwa ketaatan, kepatuhan, kepasrahan, dan ketundukan hanya pantas diberikan kepada Allah, (3) menanamkan kesadaran bahwa Allah tidak membeda-bedakan manusia, tidak ada perbedaan antara kaya dan miskin, majikan atau buruh, pejabat atau bukan, semuanya dituntut untuk mentaati hukum; yaitu mengedepankan supremasi hukum; untuk melaksanakan kewajiban, ketentuan, dan peraturan, seluruh manusia sama di hadapan Allah; iman dan takwalah yang membuat seseorang dekat dan mulia di sisi Allah. (4) menjadikan Allah sebagai motivasi dan tujuan hidup dan (5) menghilangkan semua penyakit hati, seperti syirik, kufur, munafik, takabbur, riya, ‘ujub, dan lain sebagainya.

Keimanan dan kesadaran seperti ini, akan dapat melakukan apa saja yang diperintahkan Allah SWT, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan putranya (Nabi Ismail) pada saat Nabi Ibrahim bermimpi menyembelih Ismail maka dengan sangat bijaksana Nabi Ibrahim minta pendapat Nabi Ismail dan dengan ketulusan hati Nabi Ismail menjawab “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”. Cerita ini diabadikan dalam Surat Ash Shaaffat ayat 102.
  
Allahu Akbar 3x Walillahil Hamdu!
Hadirin Jama’ah Idul Adha Rohimakumulloh

Setelah Nabi Ibrahim merasa pasti bahwa itu adalah keputusan dan ketetapan Allah SWT, dalam kepastiannya sebagai pemimpin, sebagai orang kaya, bahkan sebagai orang yang bergelar Khalilullah, sebagai orang yang mempunyai kedekatan dengan sumber hukum dan sumber kebijakan. Tidak sedikitpun tersirat di hati Ibrahim dan keluarganya agar mereka diperlakukan secara berbeda dalam melaksanakan peraturan dan ketentuan Allah SWT. Karena Nabi Ibrahim dan keluarganya sadar bahwa di hadapan Allah semua manusia sama; harus taat kepada perintah, taat kepada keputusan hukum, taat kepada peraturan dan ketentuan Allah SWT.

Kepatuhan dan ketaatan yang dijiwai oleh semangat pengorbanan karena Allah ini, divisualisasikan (diragakan) secara simbolik dengan penuh keimanan dan keinsyafan oleh mereka yang melaksanakan ibadah haji, dan mereka yang melakukan ibadah qurban.

Aktivitas orang yang melakukan ibadah haji seluruhnya mencerminkan kepatuhan dan ketaatan. Bahkan untuk mencontoh Rasulullah – mencium hajar aswad (batu hitam) sekalipun mereka ikhlas dan rela melakukannya karena patuh dan taat kepada Allah. Hal ini, sejalan dengan apa yang mereka nyatakan dalam talbiyah, Labbaik Allahumma Labbaik (Ya, Allah ini aku datang memenuhi panggilan-Mu; siap untuk melaksanakan apapun yang Engkau perintahkan, siap meninggalkan apapun yang Engkau larang! Di dalam kehidupan pasca ibadah haji, kesiapan inilah yang menjadi salah satu indikasi penting bagi seseorang apakah hajinya mabrur atau tidak.

Allahu Akbar 3x Walillahil Hamdu!
Hadirin Jama’ah Idul Adha Rohimakumulloh

Orientasi pengorbanan karena Allah diwujudkan dalam bentuk kepedulian sosial dan perhatian terhadap lingkungan. Daging qurban boleh dinikmati oleh orang yang berqurban yang merupakan nikmat dan anugerah Allah, tetapi sebagian yang lain; didistribusikan secara adil dan merata terutama kepada mereka yang benar-benar membutuhkan sebagai bentuk kepedulian sosial dan perhatian terhadap lingkungan. Allah Berfirman dalam surat al Hajj ayat 28:

Nikmat dan karunia Allah tidak hanya diterima oleh orang-orang tertentu saja melainkan diterima juga oleh orang-orang yang berada di lingkungannya, terutama oleh mereka yang berada pada posisi mustad’afin (lemah ekonominya). Penyakit-penyakit sosial, seperti sikap apatis, individualistik, egoistik, dan kazaliman-kezaliman lainnya diharapkan dengan sendirinya akan terkikis melalui proses interaksi dalam kehidupan sosial yang dijiwai oleh semangat pengorbanan karena Allah, sehingga apa yang disebut dengan kesenjangan sosial akibat ketidakadilan yang dapat menimbulkan sikap dan perilaku kriminalitas serta anarkis dan kejahatan-kejahatan ekonomi dan sosial lainnya dapat dihindarkan.

Allahu Akbar 3x Walillahil Hamdu!
Hadirin Jama’ah Idul Adha Rohimakumulloh

Tujuan berqurban adalah taqarrub kepada Allah SWT, yaitu mendekatkan diri sedekat mungkin kepada-Nya untuk memperoleh rahmat, maghfirah, dan ridha-Nya. Upaya mendekatkan diri kepada Allah adalah proses yang terus menerus bergerak tanpa henti. maka di dalamnya pasti terdapat dinamika, terdapat aktivitas, kreativitas, produktivitas, dan inovasi-inovasi, yang kesemuanya berjalan sesuai dengan aturan dan ketentuan Allah SWT, berjalan secara efisien, efektif, disiplin, istiqamah, dan manfaat bagi lingkungannya. Ada dua hal yang terus menerus bergerak dalam proses taqarrub, pertama terus menerus bergerak tiada henti berzikir kepada Allah, ia bahkan melakukan  تَخَلُّقْ بِأَخْلاَقِ اللهِ(berakhlak dengan akhlak Allah). Kedua proses internalisasi, melakukan penyontohan dan peneladanan terhadap sifat dan akhlak Allah, sehingga akal sebagai top eksekutif (presiden) di dalam wilayah kekuasaan jasmani dan ruhani dapat mengintruksikan kepada pancaindra dan anggota badan dengan instruksi-instruksi yang telah terilhami dari Allah SWT, akibat hatinya yang terus menerus berzikir dan takhalluq bi akhlaqillah maka yang keluar dari anggota badannya – yaitu sebagai tahaqquq atau realisasi dari zikir dan pikir serta proses peneladanan terhadap sifat dan akhlak Allah – tiada lain adalah aktivitas-aktivitas, produktivitas, dan inovasi-inovasi yang positif konstruktif dan berguna yang berwujud kegiatan-kegiatan yang di dalam bahasa agama disebut amaliyah shalihah yang pada gilirannya akan membentuk budaya dan kebudayaan yang shalih.

Allahu Akbar 3x Walillahil Hamdu!
Hadirin Jama’ah Idul Adha Rohimakumulloh

Nilai-nilai semangat dan sejarah berqurban seperti yang telah kita sebutkan hanya akan menjadi “laksana mutiara dalam lumpur” manakala kita tidak dapat mewujudkannya kedalam kenyataan hidup dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, sesuai dengan maksud dan tujuannya, sepatutnya ibadah qurban yang disyari’atkan oleh Allah ini, kita jadikan sebagai sarana pendidikan; kita jadikan sebagai instrumen atau alat untuk mewujudkan nilai-nilai intrinsiknya (harkat yang terkandung di dalamnya ) diaplikasikan dalam kenyataan kehidupan kita sehari-hari, sehingga sesuai dengan sifat dan kemanfaatannya dapat dirasakan secara bersama-sama, terutama oleh masyarakat dan lingkungan dimana kita berada.

Di samping itu bangsa Indonesia belum sepenuhnya terbebas dari krisis-krisis yang melanda bangsa ini, seperti krisis sosial, krisis kepemimpinan, politik, krisis ekonomi, bahkan krisis moral, krisis nilai, ajaran, solidaritas sebagai bangsa, krisis kepercayaan, krisis kejujuran, dan semangat pengorbanan. Nampaknya, kita sangat membutuhkan semangat pengorbanan dan solidaritas, agar kita dapat keluar dan terbebas dari segala bentuk krisis yang sedang kita alami. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang berbahagia ini, saya selaku khatib mengajak “Hari Raya Idul Adha dan penyelenggaraan ibadah qurban kali ini, kita jadikan momentum untuk mewujudkan nilai, ajaran, semangat pengorbanan karena Allah, dan solidaritas, baik sebagai bangsa Indonesia, maupun sebagai umat Islam sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim dan keluarganya.

Kepada mereka yang menunaikan ibadah haji, semoga hajinya bermanfaat sebagi haji yang mabrur. Kepada mereka yang kini dilanda berbagai musibah dan kesulitan semoga Allah memberikan kesabaran dan segera membebaskan mereka dari kesulitan-kesulitan yang mereka alami.

Kita ucapkan do’a semoga kita dan mereka yang berqurban karena niatnya yang tulus ikhlas, amal ibadahnya bermanfaat, dosa dan kesalahannya diampuni, segala usaha dan aktivitasnya diberkati, pengorbanannya yang berdimensi vertikal dan horizontal, yang berdampak kepada harmonisnya kehidupan sosial, mendapatkan anugerah dan ridha Allah SWT. Amin yaa rabbal ‘alamin.

جَعَلَنَا اللهُ مِنَ اْلمُتَقَرِّبِيْنَ  وَاْلمُتَّقِيْنَ . بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ والْذِّكْرِ  اْلحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ  إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ . وَاسْتَغْفِرُوْهُ  إِنَّهُ هُوَ  اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
خطبة الثانية
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثـَنّىَ بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُّمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ الَلهُّمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّينَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّينِ وَاَعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. الَلّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. رَبّنَا آتِناَ فِى الدّنيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.  
عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُناَ بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


Sabtu, 19 September 2015

DERAJAT-DERAJAT YAQIN

Pertama Ilmu yakin, (QS. At Takaatsur:5). Kedua ainul yakin, (QS. At Takaatsur:6-7). Ketiga haqqul yakin, (QS. At Waqiah:95).

Ilmu yakin artinya meyakini segala sesuatu berdasarkan ilmu pengetahuan. Misalnya meyakini wujudnya Allah melalui berpikir tentang alam dan segala kejadiannya (baca QS. Al Jatsiyah: 4 dan 20, ar Ra’d: 2, adz Dzariyat: 20-21, al An’am: 75 dll), meyakini adanya mati, akhirat, surga, neraka dan makhluk ghaib melalui ayat-ayat quran dan hadits. (QS. Al Baqarah: 24, 25, 39, ali Imran: 107, 133, 136, 185, al A’raf: 54, 57, yasin: 52-65, al Munafiqun: 11, dll). 

Ainul yakin artinya meyakini segala sesuatu melalui penglihatan. Seperti Nabi Ibrahim a.s yang sudah yakin dengan kekuasaan Allah menghidupkan orang mati namun supaya lebih yakin lagi beliau meminta supaya Allah memperlihatkannya secara langsung. (baca surat al Baqarah: 260). Contoh lain, Nabi Muhammad saw ketika isra mi’raj melihat surga, neraka, malaikat Jibril dalam bentuk asli dan alam ghaib yang lain secara langsung. (baca surat an Najm: 11-18). Contoh lain, meyakini wujudnya Allah melalui sifat-sifat-Nya. (QS.al A’raf: 180, al Isra: 110-111, Thaha: 8, dll).

Haqqul yakin artinya meyakini segala sesuatu karena sudah merasakannya. Misalnya yakin dengan surga, neraka karena sudah meraskannya tidak sebatas dalil dan penglihatan. Meyakini wujud Allah melalui perbuatan-Nya. (QS. Ali Imran: 26-27, an Nisa: 133, dll).

Misalnya ada seseorang yang memberitakan kepadamu bahwa ia memiliki madu asli, murni dan manis lalu kamu yakin dengan berita terseut hal ini disebut ilmu yakin. Tetapi ketika orang tersebut memperlihatkannya kamu bertambah yakin lagi hal ini disebut ainul yakin, dan ketika kamu merasakan madu tersebut secara langsung hal ini disebut haqqul yakin.

Ilmu yakin masih dalam tarap islam, syariat, kulit, berharap pahala, takut dosa, takut neraka, ingin masuk surga.
Ainul yakin dalam tarap iman, tharikot, isi, tanggungjawab, ibadah bukan karena pahala, bukan ingin masuk surga.

Haqqul yakin dalam tarap ihsan, hakikat, rasa, syukur, istiqomah, sabar, zuhud, khalwatul qolbi.