SYARI’AH, THARIQAH,
HAQIQAH DAN MA’RIFAH
1.
Syari’ah
Adalah hukum Islam yaitu Al Quran dan sunnah Nabawiyah/Al
Hadist yang merupakan sumber acuan utama dalam semua produk hukum Islam, yang
selanjutnya menjadi Madzhab-madzhab ilmu fiqih, aqidah dan berbagai disiplin
ilmu dalam Islam yang dikembangkan oleh para ulama dengan memperhatikan atsar
para shahabat, ijma’ dan kiyas. Dalam hasanah ilmu keislaman terdapat 62
madzhab fiqih yang dinyatakan mu’tabar (shahih dan bisa dipertanggungjawabkan
kebenarannya) oleh para ulama. Sedangkan dalam hasanah ilmu tauhid (keimanan),
juga dikenal dengan ilmu kalam. Ahirnya umat Islam terpecah menjadi 73 golongan/firqah
dalam konsep keyakinan. Perbedaan ini terdiri dari perbedaan tentang konsep-konsep,
menyangkut keyakinan tentang Allah Swt, para malaikat, kitab kitab Allah, para
nabi dan rasul, hari Qiamat dan taqdir.
Namun dalam masalah keimanan berbeda dengan fiqih.
Dalam fiqih masih ada toleransi atas perbedaan selama perbedaan tersebut tetap
merujuk pada Al Quran dan Sunnah Nabi serta sudah teruji kebenarannya dan
diakui kemu’tabarannya oleh para ulama yang kompeten. Akan tetapi dalam konsep
keimanan, dari 73 golongan yang ada, hanya satu golongan yang benar dan menjadi
calon penghuni surga, yaitu golongan yang konsisten/istiqamah berada di bawah
panji tauhidnya Rasulullah Saw dan Khulafa Ar Rasyidiin Al Mahdiyyin yang
selanjutnya dikenal dengan Ahlu As Sunnah wal Jama’ah.
2.
Thariqah
Adalah jalan/cara/metode implementasi syari’ah. Yaitu
cara/metode yang ditempuh oleh seseorang dalam menjalankan syari’ah Islam,
sebagai upaya pendekatannya kepada Allah Swt. Orang yang berthariqah adalah
orang yang melaksanakan hukum syari’ah, lebih jelasnya syari’ah adalah hukum
dan thariqah adalah prakteknya/pelaksanaan dari hukum itu sendiri.
Thariqah ada dua macam, pertama thariqah ‘aam adalah
melaksanakan hukum Islam sebagaimana masyarakat pada umumnya, yaitu
melaksanakan semua perintah, menjauhi semua larangan agama Islam dan anjuran-anjuran
sunnah serta berbagai ketentuan hukum lainnya sebatas pengetahuan dan
kemampuannya tanpa ada bimbingan khusus dari guru/mursyid. Kedua thariqah khos
yaitu melaksanakan hukum syari’ah Islam melalui bimbingan lahir dan batin dari
seorang guru/mursyid. Bimbingan lahir dengan menjelaskan secara intensif
tentang hukum-hukum Islam dan cara pelaksanaannya yang baik dan benar.
Sedangkan bimbingan batin adalah tarbiyah rohani dari sang guru/mursyid dengan
izin bai’ah khusus yang sanadnya sambung sampai pada Nabi Muhammad Saw.
Thariqah Khos lebih dikenal dengan nama Thariqah as Sufiyah/Thariqah al Auliya.
Thariqah Sufiyah yang mempunyai izin dan sanad langsung dan sampai pada
Rasulullah berjumlah 360 thariqah. Dalam riwayat lain mengatakan 313 thariqah.
Sedang yang masuk ke Indonesia dan direkomendasikan oleh Nahdlatul Ulama
berjumlah 44 thariqah, dikenal dengan Thariqah Al Mu’tabaroh An Nahdliyah
dengan wadah organisasi yang bernama Jam’iyah Ahlu Al Thariqah Al Mu’tabarah Al
Nahdliyah. Dalam kitab Mizan Al Qubra yang dikarang oleh Imam Asy Sya’rany ada
sebuah hadits yang menyatakan :
ان
شريعتي جا ئت على ثلاث مائة وستين طريقة ما سلك احد طريقة منها الاّ نجا .( ميزان
الكبرى للامام الشعرني, جز:1/30)
“Sesungguhnya syariatku datang dengan membawa 360 thariqah
(metoda pendekatan pada Allah), siapapun yang menempuh salah satunya pasti
selamat”. (Mizan Al Qubra: Juz. 1 hlm. 30).
Dalam riwayat
hadits yang lain dinyatakan bahwa :
ان
شريعتي جائت على ثلاث مائة وثلاث عشرة طريقة لا تلقى العبد بها ربنا الا دخل
الجنة ( رواه الطبرني)
“Sesungguhnya
syariatku datang membawa 313 thariqah (metode pendekatan pada Allah), tiap
hamba yang menemui (mendekatkan diri pada) Tuhan dengan salah satunya pasti
masuk surga”. (HR. Thabrani).
Terlepas dari
perbedaan redaksi dan jumlah thariqah pada kedua riwayat hadits di atas, mau tidak
mau, suka atau tidak suka, kita harus percaya akan adanya thariqah sebagaimana
direkomendasi oleh hadits tersebut. Kalau tidak percaya berarti tidak percaya
dengan salah satu hadits Nabi Saw yang Al Amiin (terpercaya dan tidak pernah
bohong). Lalu bagaimana hukumnya tidak percaya pada hadits Nabi yang shahih?
Dari semua
thariqah sufiyah yang ada dalam Islam, pada perinsip pengamalannya terbagi
menjadi dua macam. Yaitu thariqah mujahadah dan thariqah mahabbah. Thariqah
mujahadah adalah thariqah (metode) pendekatan kepada Allah Swt dengan
mengandalkan kesungguhan dalam beribadah, sehingga melalui kesungguhan
beribadah tersebut diharapkan secara bertahap seorang hamba akan mampu menapaki
jenjang demi jenjang martabat (maqamat) untuk mencapai derajat kedekatan di sisi
Allah Swt dengan sedekat-dekatnya. Sedangkan thariqah mahabbah adalah thariqah
yang mengandalkan rasa syukur dan cinta, bukan banyaknya amalan yang menjadi
kewajiban utama. Dalam perjalanannya menuju hadirat Allah Swt seorang hamba
memperbanyak ibadah atas dasar cinta dan syukur terhadap limpahan rahmat dan
nikmat Allah Swt, tidak ada target martabat (maqamat) dalam mengamalkan
kewajiban dan berbagai amalan sunah dalam hal ini. Tapi melaksanakan ibadah
secara ikhlas tanpa memikirkan pahala, baik pahala dunia maupun pahala akhirat,
kerinduan hamba yang penuh cinta pada Allah akan terobati. Yang terpenting
dalam thariqah mahabbah bukan kedudukan (jabatan) di sisi Allah tetapi menjadi
kekasih yang cinta dan dicintai oleh Allah Swt. Habibullah adalah kedudukan
Nabi Muhammad Saw. (Adam Shafiyullah, Ibrahim Khalilullah, Musa Kalimullah, Isa
Ruhullah sedangkan Nabi Muhammad Saw Habibullah). Satu satunya thariqah yang
menggunakan metode mahabbah adalah Thariqah At Tijany.
Nama-nama
thariqah yang masuk ke Indonesia dan telah diteliti oleh para Ulama NU yang
tergabung dalam Jam’iyyah Ahluth Thariqah Al Mu’tabarah Al Nahdliyah dan
dinyatakan Mu’tabar (benar sanadnya sambung sampai pada Rasulullah Saw), antara
lain:
1.
Umariyah 23.
Usysyaqiyyah
2.
Naqsyabandiyah 24.
Bakriyah
3.
Qadiriyah 25. Idrusiyah
4.
Syadziliyah 26. Utsmaniyah
5.
Rifaiyah 27. ‘Alawiyah
6.
Ahmadiyah 28. Abbasiyah
7.
Dasuqiyah 29. Zainiyah
8.
Akbariyah 30. Isawiyah
9.
Maulawiyah 31. Buhuriyyah
10. Kubrawiyyah 32. Haddadiyah
11. Sahrowardiyah 33. Ghaibiyyah
12. Khalwatiyah
34. Khodiriyah
13. Jalwatiyah
35. Syathariyah
14. Bakdasiyah
36. Bayumiyyah
15. Ghazaliyah
37. Malamiyyah
16. Rumiyah
38. Uwaisiyyah
17. Sa’diyah
39. Idrisiyah
18. Jusfiyyah
40. Akabirul Auliya’
19. Sa’baniyyah
41. Subbuliyyah
20. Kalsaniyyah
42. Matbuliyyah
21. Hamzaniyyah 43. Tijaniyah
22. Bairumiyah
44. Sammaniyah.
(Diambil dari
buku hasil keputusan Kongres & Mubes Jam’iyah Ahli Thariqah Mu’tabaroh An
Nahdliyah, pada hasil Mu’tamar kedua di Pekalongan tanggal 8 Jumadil Ula 1379 H/9
November 1959. halaman 25).
3.
Haqiqah
Yaitu sampainya seseorang yang mendekatkan diri kepada
Allah Swt. di depan pintu gerbang kota tujuan, yaitu tersingkapnya hijab-hijab
pada pandangan hati seorang salik (hamba yang mengadakan pengembaraan batin)
sehingga dia mengerti dan menyadari sepenuhnya hakekat dirinya selaku seorang
hamba di depan Tuhannya selaku Al Khaliq. Bertolak dari kesadaran inilah,
ibadah seorang hamba pada level ini menjadi berbeda dengan ibadah orang
kebanyakan. Kebanyakan manusia beribadah bukan karena Allah Swt, tapi justru
karena adanya target-target hajat duniawi (pahala dunia) yang ingin mereka dapatkan,
ada juga yang lebih baik sedikit niatnya, yaitu mereka yang mempunyai target
hajat ukhrawi (pahala akhirat) dengan kesenangan surgawi yang kekal.
Sedangkan golongan Muhaqqiqiin tidak seperti itu, mereka
beribadah dengan niat semata-mata karena Allah Swt, sebagai hamba yang baik
mereka senantiasa menservis majikan/tuannya dengan sepenuh hati dan kemampuannya,
tanpa mengharapkan gaji/pahala. Yang terpenting baginya adalah ampunan dan
keridhaan Tuhannya. Tujuan mereka adalah Allah Swt bukan benda-benda dunia atau
akhirat termasuk surga sebagaimana tujuan ibadah orang kebanyakan.
4.
Ma’rifah
Adalah tujuan akhir seorang hamba yang mendekatkan diri
kepada Allah Swt. Yaitu masuknya seorang salik kedalam istana suci kerajaan
Allah Swt. (wusul ilallah). sehingga dia benar-benar mengetahui dengan
pengetahuan langsung dari Allah Swt. baik tentang Tuhannya dengan segala
keagungan Asma-Nya, Sifat-sifat-Nya, Af’al-Nya dan Dzat-Nya. Juga segala
rahasia penciptaan mahluk di alam raya ini. Para ‘Arifiin tujuan dan cita-cita
ibadahnya jauh lebih tinggi lagi, Mereka bukan hanya ingin Allah Swt dengan ampunan
dan keridhaan-Nya, tetapi lebih jauh mereka menginginkan kedudukan yang
terdekat dengan Al Khaliq, yaitu sebagai hamba-hamba yang cinta dan dicintai
oleh Allah Swt.
Kesimpulan:
Syari’ah bisa diibaratkan sebagai
jasmani/badan tempat ruh berada sementara haqiqah ibarat ruh yang menggerakkan
badan, keduanya sangat berhubungan erat dan tidak bisa dipisahkan. Badan
memerlukan ruh untuk hidup sementara ruh memerlukan badan agar memiliki wadah.
Syari’ah laksana baju sedangkan haqiqah ibarat badan.
Imam Malik mengatakan bahwa
seorang mukmin sejati adalah orang yang mengamalkan syari’ah dan haqiqah secara
bersamaan tanpa meninggalkan salah satunya. Ada pernyataan cukup terkenal, “Haqiqah
tanpa syari’ah adalah kepalsuan, sedangkan syari’ah tanpa haqiqah adalah
sia-sia.” Imam Malik berkata, “Barangsiapa bersyari’ah tanpa berhaqiqah,
niscaya ia akan menjadi fasik. Sedangkan berhaqiqah tanpa bersyari’ah, niscaya
ia akan menjadi zindik. Barangsiapa menghimpun keduanya (syari’ah dan haqiqah),
ia benar-benar telah berhaqiqah.”
Syari’ah adalah hukum-hukum atau
aturan-aturan dari Allah yang disampaikan oleh Nabi untuk dijadikan pedoman
manusia, baik aturan ibadah maupun yang lainnya. Apa yang tertulis dalam Al Quran
hanya berupa pokok ajaran dan bersifat universal, karenanya Nabi yang merupakan
orang paling dekat dengan Allah Swt dan paling memahami Al Quran menjelaskan
aturan pokok tersebut lewat ucapan dan tindakan Beliau, para sahabat menjadikannya
sebagai pedoman kedua yang dikenal dengan sebutan hadist. Ucapan Nabi bernilai
tinggi dan masih sarat dengan simbol-simbol yang memerlukan keahlian untuk
menafsirkannya.
Para sahabat sebagai orang-orang
pilihan yang dekat dengan nabi merupakan orang yang paling memahami Nabi,
mereka paling mengerti akan ucapan Nabi karena memang hidup sezaman dengan Nabi.
Penafsiran dari para sahabat itulah kemudian diterjemahkan kedalam bentuk
hukum-hukum oleh generasi selanjutnya. Para ulama sebagai pewaris ilmu Nabi
melakukan ijtihad, menggali sumber utama hukum Islam kemudian menterjemahkan
sesuai dengan perkembangan zaman saat itu, maka lahirlah cabang-cabang ilmu
yang digunakan sampai generasi sekarang. Sumber hukum Islam kemudian dikenal
memiliki 4 pilar yaitu : Al Quran, Hadist, Ijmak dan Qiyas, yang dikenal dengan
syari’ah Islam.
Untuk melaksanakan syari’ah Islam
terutama bidang ibadah harus dengan metode yang tepat sesuai dengan yang
diperintahkan Allah Swt dan yang dilakukan Rasulullah Saw sehingga hasilnya
akan sama. Sebagai contoh sederhana, Allah Swt memerintahkan shalat, kemudian
Nabi melaksanakannya, para sahabat mengikuti. Nabi mengatakan, “Shalatlah
kalian seperti aku shalat”. Tata cara shalat Nabi yang disaksikan dan dilaksanakan
oleh sahabat kemudian dijadikan aturan oleh Ulama, maka kita kenal sebagai
rukun shalat yang 13 perkara. Kalau hanya sekedar shalat maka aturan 13 itu
bisa menjadi pedoman untuk seluruh umat Islam agar shalatnya standar sesuai
dengan shalat Nabi. Akan tetapi, dalam rukun shalat tidak diajarkan cara supaya
khusyuk dan supaya bisa mencapai tahap makrifah yaitu hamba bisa memandang dzat
Allah Swt.
Ketika memulai shalat dengan Wajjahtu
waj-hiya lillaa-dzii fatharas-samaawaati wal-ardho haniifam-muslimaw- wamaa ana
minal-musy-rikiin.. “Kuhadapkan wajahku kepada wajah-Nya dzat yang
menciptakan langit dan bumi, dengan keadaan lurus dan berserah diri, dan
tidaklah aku termasuk orang-orang yang musyrik”. Seharusnya seorang hamba sudah
menemukan chanel atau gelombang kepada Allah Swt, menemukan dzat yang Maha
Agung, sehingga dia tidak termasuk orang musyrik menyekutukan Allah Swt. Terkadang
ada orang dengan mudah menuduh musyrik kepada orang lain, tanpa sadar dia hanya
mengenal nama Tuhan saja sementara yang hadir dalam shalat dzat-dzat lain
selain Allah Swt. Kalau dzat Tuhan sudah ditemukan di awal shalat maka ketika
sampai kepada bacaan Al Fatihah, disana benar-benar terjadi dialog yang sangat
akrab antara hamba dengan Tuhannya.
Syari’ah tidak mengajarkan
hal-hal seperti itu karena syari’ah hanya berupa hukum atau aturan. Untuk bisa
melaksanakan syari’ah dengan benar, ruh ibadah harus hidup, diperlukan
metodologi pelaksanaan teknisnya yang dikenal dengan Thariqatullah (jalan
kepada Allah) yang kemudian disebut dengan Thariqah. Thariqah pada awalnya
bukan perkumpulan orang-orang mengamalkan dzikir. Nama thariqah diambil dari
sebuah istilah di zaman Nabi yaitu Tariqatussiriah yang bermakna Jalan
Rahasia atau Amalan Rahasia untuk mencapai kesempurnaan ibadah. Munculnya
perkumpulan thariqah dikemudian hari adalah untuk menyesuaikan dengan
perkembangan zaman agar orang-orang dalam ibadah lebih teratur, tertib dan
terorganisir seperti nasehat Sayidina Ali bin Abi Thalib, “Kejahatan yang terorganisir
akan bisa mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir”.
Kalau ajaran-ajaran agama yang dikenal
dengan syari’ah tidak dilaksanakan dengan metode yang benar (thariqatullah)
maka ibadah akan menjadi kosong hanya sekedar memenuhi kewajiban agama saja.
Shalat hanya mengikuti rukun-rukun dengan gerakan kosong belaka, badan bergerak
mengikuti gerakan shalat namun hati berkelana kemana-mana. Sepanjang shalat
akan muncul berjuta khayalan karena ruh masih di alam dunia belum sampai ke
alam Rabbani.
Ibadah haji yang merupakan puncak
ibadah, diundang oleh Maha Raja Dunia Akhirat, seharusnya disana berjumpa
dengan yang mengundang yaitu pemilik ka’bah, pemilik dunia akhirat, Tuhan alam
semesta, tapi yang terjadi yang dijumpai disana hanya berupa dinding-dinding
batu yang ditutupi kain hitam. Pada saat wukuf di arafah adalah proses
menunggu, menunggu Tuhan yang dirindukan oleh hamba untuk hadir dalam
kekosongan jiwa manusia, namun yang ditunggu tak pernah muncul.
Disini sebenarnya letak kehilapan
orang Islam di seluruh dunia, terlalu disibukkan aturan syari’ah dan lupa akan
ilmu untuk melaksanakan syari’ah dengan benar yaitu thariqah. Ketika ilmu thariqah
dilupakan bahkan sebagian orang menganggap ilmu warisan Nabi ini sebagai bid’ah
maka pelaksanaan ibadah menjadi kacau balau. Badan seolah-olah khusuk beribadah
sementara hatinya lalai, menari-nari di alam duniawi dan yang didapat dari
shalat bukannya mencegah perbuatan keji dan munkar (QS. Al Ankabut: 45) tetapi
ancaman kecelakaan (QS. Al Ma’un: 4-7). Harus diingat bawah “Lalai” yang dimaksud
dalam ayat tersebut bukan sekedar tidak tepat waktu tapi hati sepanjang ibadah
tidak mengingat Allah Swt. Bagaimana mungkin dalam shalat bisa mengingat Allah
kalau di luar shalat tidak dilatih berdzikir (mengingat) Allah? dan bagaimana
mungkin seseorang bisa berdzikir kalau jiwanya belum disucikan? Urutan
latihannya sesuai dengan perintah Allah dalam surat Al A’la, “Beruntunglah
orang yang telah disucikan jiwanya/ruhnya, kemudian dia berdzikir menyebut nama
Tuhannya dan kemudian menegakkan shalat”. (QS. Al A’la: 14-15).
Sebagian ulama memberi gambaran
tentang keterkaitan syari’ah, thariqah, haqiqah, dan ma’rifah dengan ibarat
buah kelapa. Syari’ah ibarat kulitnya, Thariqah ibarat tempurungnya, Haqiqah
ibarat isinya dan Ma’rifah ibarat minyaknya. Keempatnya saling terkait menjadi
satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan. Artinya untuk mendapatkan ma’rifah,
harus melalui proses melalui syari’ah, thariqah dan haqiqah. Syari’ah sebagai
dasar hukumnya, thariqah sebagai pelaksanaannya, haqiqah sebagai hasilnya dan
ma’rifah sebagai manfaatnya. Barangsiapa yang mengamalkan fiqih (syari’ah)
tanpa bertasawwuf (thariqah) maka dia adalah fasiq. Dan barangsiapa yang mengamalkan
tasawwuf (thariqah) tanpa mengamalkan fiqih (syari’ah) maka dia adalah zindiq
(penyeleweng). Haqiqah tanpa syari’ah adalah batal, dan syari’ah tanpa haqiqah
adalah tiada berarti.
Perumpamaan yang agak dekat
dengan masalah ini adalah ibarat satu jenis makanan (misalnya nasi rawon).
Resep masakan nasi rawon yang menjelaskan bahan-bahan dan cara membuat nasi
rawon sama dengan syari’ah. Bimbingan praktek memasak nasi rawon sama dengan thariqah.
Resep dan praktek masak nasi rawon bisa melalui buku dan mempraktekkannya sendiri
disebut thariqah ‘am sedangkan resep dan praktek serta bimbingan masak nasi
rawon dengan cara kursus pada juru masak yang ahli disebut thariqah khusus.
Makan nasi rawon dan menjelaskan rasanya yang enak disebut haqiqah dan tidak
ada buku panduannya, demikian juga makan nasi rawon dan mengetahui secara
detail rasanya, aromanya, kelebihan dan kekurangannya disebut ma’rifah. Haqiqah
dan ma’rifah ini tidak ada buku/kitabnya.
Syari’ah adalah Pandangan Hidup
(syara’), Pegangan Hidup (syari’ah), dan Perjuangan Hidup (manhaj) yang
diwahyukan Allah Swt untuk seluruh umat manusia, agar diketahui, dipatuhi, dan
dilaksanakan dalam hidup dan kehidupannya. Sebagai pandangan hidup seorang
muslim yang Islam oriented akan selalu setia pada syari’ah dalam berbagai
persoalan hidupnya dengan senantiasa berpedoman kepada Al Quran dan Sunah Nabi.
Firman Allah Swt:
Dia telah mensyari’atkan bagi
kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah
Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa
dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.
Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya.
Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk
kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (QS. Asy Syura: 13).
Yang dimaksud : “agama” dalam
ayat tersebut ialah meng-Esakan Allah Swt, beriman kepada-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya dan hari akhirat serta mentaati segala perintah dan
larangan-Nya.
Kemudian Kami jadikan kamu berada
di atas suatu syariah (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah
syariah itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak
mengetahui. (QS. Al Jatsiyah: 18).
Dan Kami telah turunkan
kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya,
yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap
kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang
Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat
diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya
kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu. (QS Al Maidah: 48).
Sebagai pegangan hidup, syari’ah
diturunkan Allah Swt ke dunia ini dengan Ilmu-Nya yang tidak terbatas. Oleh
karenanya, syari’ah bersifat universal. Kemudian, Allah mengutus Rasulullah
Saw. sebagai Rahmatan Lil Alamiin (QS. Al Furqan: 1) dan yang memberi peringatan
(memberlakukan syari’ah) kepada seluruh alam. (QS. Al Anbiya: 107). Sebagai perjuangan
hidup, Al Quran, As Sunnah, dan ijtihad sebagai sumber syari’ah meliputi
prinsip dasar (Iman/Aqidah/Islam /Ibadah, dan Ihsan/Akhlak) serta norma-norma hukum
Islam.
Menurut Syaikh Athaillah As Sakandary
dan para sufi, bahwa amal perbuatan terdiri atas tiga bagian, yaitu Amal
Syari’ah, Amal Thariqah, dan Amal Haqiqah atau Amal Islam, Amal Iman, dan Amal
Ihsan atau Amal Ibadah, Amal Ubudiyyah, dan Amal Ubudah atau Amal Ahli Bidayah
(tahap pemula), Amal ahli Wasath (tahap pertengahan), dan Amal Ahli Nihayah
(tahap akhir). Syari’ah untuk memperbaiki zawahir atau zawarih (anggota badan),
thariqah untuk memperbaiki dhamair (hati), dan haqiqah untuk memperbaiki sarair
(ruh).
Memperbaiki zahir (anggota badan)
dengan tiga perkara yaitu Ikhlas, Sidiq, dan Thuma’ninah (ketenangan). Dan
memperbaiki ruh juga dengan tiga perkara, yaitu Muraqabah (waspada/merasa diawasi/seolah-olah
melihat Allah Swt), Musyahadah (menyaksikan Asma, Sifat, dan Af’al Allah Swt),
dan Ma’rifah (mengenal Allah Swt).
Memperbaiki zahir (anggota badan)
dengan menjauhi larangan Allah Swt dan mengikuti perintah-Nya. Memperbaiki hati
dengan menjauhi sifat-sifat tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat utama.
Memperbaiki ruh dengan menghinakannya dan menundukkannya sehingga menjadi
terdidik adab, tawadu’, dan berbudi.
Ahli syari’ah ialah orang yang
melaksanakan amal ibadah lithalabil ujur (karena mengharapkan upah atau
pahala dari Allah Swt). Ahli thariqah masih dalam perjalanan antara syari’ah dan
haqiqah. Sedangkan ahli haqiqah ialah orang-orang yang melaksanakan ibadah
(pengabdian kepada Allah Swt) semata-mata karena mengikuti perintah Allah Swt.
Syaikh Athaillah As Sakandariyah
berkata “Orang yang telah sampai pada haqiqah Islam maka ia tidak kuasa
menghindari melaksanakan syari’ah. Orang yang telah sampai pada haqiqah iman maka
ia tidak kuasa berpaling kepada amal perbuatan atas dasar selain Allah Swt. Dan
orang yang telah sampai pada haqiqah ihsan maka ia tidak kuasa berpaling kepada
segala apapun selain Allah Swt.
Menurut Syaikh Ali bin al Haitamy
“Syari’ah ialah apa yg berkaitan dengan taklif (pembebanan suatu
ibadah), sedangkan haqiqah ialah apa yang dapat menghasilkan mengenal Allah.
Syari’ah dikuatkan oleh haqiqah dan haqiqah terikat dengan syari’ah. Syari’ah
adalah sebagai wujud perbuatan Allah Swt dan melaksanakannya dengan syarat
disertai ilmu melalui perantaraan para rasul sedangkan haqiqah ialah
menyaksikan hal ihwal mengenal Allah Swt. dan menyerahkan segala sesuatunya kepada-Nya
tanpa ada perantaraan”.
Syaikh al Arif Billah Sayyid
Ibrahim ad Dasuqi al Quraisy berkata “Syari’ah ibarat pohon dan haqiqah ibarat buahnya.
Ahli Syari’ah akan batal shalatnya dengan bacaan yang buruk, sedangkan ahli haqiqah
akan batal shalatnya dengan akhlak yang buruk. Jadi apabila di dalam batinnya
terdapat kedengkian atau iri hati, buruk sangka kepada seseorang, mencintai
dunia, dan lain sebagainya maka shalatnya batal. Karena sesungguhnya pemilik
akhlak buruk itu berada pada hijab (terhalang) dari menyaksikan keagungan Allah
Swt di dalam shalat. Dan orang yang hatinya terhijab maka ia tidak shalat, karena
sesungguhnya shalat adalah sebuah hubungan makhluk dengan Allah Swt”.
Untuk mencapai haqiqah (inti) kita
harus mampu menghancurkan kulit, yang mengandung pengertian bahwa paham
eksoterisme (perwujudan), melampaui batas-batas pemahaman esoteric (bersifat
khusus/rahasia), karena esensi melampaui bentuk-bentuk luaran yang mana ia tidak
dapat direduksikan (dikurangi) kepada bentuk luaran yang bersifat eksoterik
(pengetahuan yang boleh diketahui oleh siapa saja).
Secara sederhana kita ambil
contoh ibadah shalat. Syari’ahnya adalah memenuhi kewajiban sesuai dengan
firman Allah Swt:
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di
waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu
telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
(QS. An Nisa: 103).
Thariqahnya adalah memberi
pengaruh pada sikap dan membekas pada perbuatan, salah satunya tidak berbuat
keji dan munkar.
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran)
dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah
lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan. (QS.
Al Ankabut: 45).
Orang yang shalat tanpa thariqah maka termasuk orang yang lalai efeknya
adalah mendapat kecelakaan serta berbuat riya dan tidak mau menolong.
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang
yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong
dengan) barang berguna. (QS.
Al Ma’un: 4-6)
Haqiqahnya adalah dzikir kepada Allah
Swt. Sebagaimana firman-Nya:
Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain
Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku. (QS. Thaha: 14).
Ma’rifahnya adalah mi'raj ruhani
kehadirat Ilahi. “Shalat adalah mi'rajnya orang-orang yang beriman”. (HR
Baihaqi dan Muslim).
Ma’rifah adalah mengenal Allah dengan
sebenar-benarnya, baik Asma-Nya, Sifat-Nya, maupun Af'al-Nya). Firman Allah Swt:
Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan
bumi, atau siapakah yang Kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan
siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati
dari yang hidup[689] dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka
mereka akan menjawab: "Allah". Maka Katakanlah "Mangapa kamu
tidak bertakwa kepada-Nya)?". Maka (Zat yang demikian) Itulah Allah Tuhan
kamu yang sebenarnya; Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan
kesesatan. Maka Bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)? (QS. Yunus: 31-32).
Sebenarnya tidak ada pemisahan
antara keempat ilmu Syari’ah, Thariqah, Haqiqah dan Ma’rifah, keempatnya adalah
satu. Iman dan Islam bisa dijelaskan dengan ilmu syari’ah sedangkan maqam Ihsan
hanya bisa ditempuh lewat ilmu thariqah. Ketika kita telah mencapai tahap ma’rifah
maka dari sana kita bisa memandang dengan jelas bahwa keempat ilmu tersebut
tidak terpisah. Seperti wujud gula dan manisnya yang tidak dapat dipisahkan
jika ada yang merasakan gula pahit maka ada masalah dengan lidahnya.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar