IDUL ADHA
Dalam kamus al Munawwir halaman
983 idul adha diartikan dengan hari raya qurban dan dalam buku ensiklopedi
Islam jilid 3 halaman 81 qurban berarti dekat atau mendekati sedangkan dalam
ilmu fiqih qurban berarti juga udhiyah yang berasal dari kata dahwah atau duha
yang kemudian diambil kata dahiyah bentuk jamaknya adalah udhiyah. Imam sayyid
sabiq dalam kitab fiqh sunnah jilid 2 halaman 28 menyebutkan:
“Kalimat udhiyah dan dhahiyah
adalah nama untuk sesuatu yang disembelih baik berupa unta, sapi atau kambing
di hari raya qurban dan hari tasyriq karena mendekatkan diri kepada Allah”
Diantara ayat al Quran yang
selalu dijadikan dasar pelaksanaan qurban adalah surat al Kautsar ayat 1-3:
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka
dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang
yang membenci kamu Dialah yang terputus.
Dan surat al Hajj ayat 36:
dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar
Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, Maka sebutlah olehmu nama
Allah ketika kamu menyembelihnya dalam Keadaan berdiri (dan telah terikat).
kemudian apabila telah roboh (mati), Maka makanlah sebahagiannya dan beri
makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta)
dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu
kepada kamu, Mudah-mudahan kamu bersyukur.
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, mazhab Imam Hanafi memberikan hukum
wajib menyembelih hewan qurban setiap tahun bagi orang yang bermukim (bukan
musafir). Akan tetapi mayoritas ulama yakni mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali
memandang bahwa hukum melaksanakan ibadah qurban adalah sunah muakkad (sunah
yang sangat dianjurkan).
Terlepas dari perbedaan hukum tersebut yang jelas dan perlu kita ingat
adalah bahwa disyari’atkannya menyembelih hewan qurban berawal dari sebuah
peristiwa yang dialami Nabi Ibrahim a.s melalui mimpi, hal ini dijelaskan dalam
surat ash Shaffat ayat 102-107:
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama
Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi
bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab:
"Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah
kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar". Tatkala keduanya
telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya),
(nyatalah kesabaran keduanya ). dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim,
Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu Sesungguhnya Demikianlah Kami
memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini
benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor
sembelihan yang besar.
Ajaran Ibrahim atau penemuan beliau benar-benar merupakan lembaran baru
dalam sejarah kepercayaan dan kemanusiaan. Walaupun tauhid bukan sesuatu yang
tidak dikenal sebelum masa beliau, demikian pula neraca keadilan Allah serta
pengabdian kepada yang hak dan transenden, namun itu semua sampai pada masa
Ibrahim bukan merupakan ajakan kenabian dan risalah untuk seluruh umat manusia.
Ibrahim hadir dipentas kehidupan pada suatu masa persimpangan menyangkut
pandangan tentang manusia dan kemanusiaan. Beliau hadir pada masa ketika
diperselisihkan tentang boleh tidaknya manusia dijadikan sesajen kepada Tuhan.
Satu pihak memperbolehkannya dan pihak yang lain tidak memperbolehkannya karena
manusia terlalu mulia untuk tujuan tersebut. Melalu Ibrahim secara amaliyah dan
tegas larangan mengorbankan manusia dikukuhkan. Bukan karena manusia terlalu
tinggi nilainya sehingga tidak wajar untuk dikorbankan akan tetapi karena Allah
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Ibrahim bermimpi bahwa putranya yang bernama Isma’il disembelih dan
ketika dimintai pendapat tentang mimpi bapaknya maka dengan keshalihannya
Isma’il menjawab: “Wahai bapakku laksanakanlah apa yang diperintahkan, niscaya
engkau akan menemuiku termasuk orang yang sabar”. Ketika perintah tersebut akan
dilaksanakan oleh Ibrahim dan Isma’il maka Allah dengan kekuasaan-Nya
menghalangi penyembelihan tersebut dan menggantikannya dengan yang lain sebagai
tanda bahwa hanya dengan kasih sayang Allah kepada manusia maka praktek
pengorbanan semacam itu tidak diperkenankan.
Dari peristiwa penemuan dan pembinaan keyakinan Nabi Ibrahim tersebut
dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud kurban bukanlah perbuatan mengalirkan
darah binatang dan membagi-bagikan dagingnya, hal dijelaskan dalam al Quran
surat al Hajj ayat 37:
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai
(keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.
Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan
Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada
orang-orang yang berbuat baik.
Juga dalam surat al Hajj ayat 34-35 dijelaskan:
dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban),
supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah
direzkikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena
itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada
orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah), (yaitu) orang-orang yang apabila
disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa
yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang
yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka.
Dengan kata lain, menyembelih qurban dihubungkan dengan perbuatan
taqwa, berserah diri kepada Allah, rendah diri dan sabar dalam menghadapi
kesukaran dan ujian. Perbuatan menyembelih hewan qurban terang-terangan disebut
dapat mempengaruhi batin, karena dapat membuat hati menjadi gemetar pada saat
nama Allah dikumandangkan.
Menyembelih hewan qurban dan mengalirkan darahnya tidaklah membuat
orang yang berqurban menjadi buas atau kejam melainkan sebaliknya membuat mereka
merasa rendah hati. Kenapa demikian? Karena mereka sadar jika hewan yang
dikuasainya saja mau mengorbankan dirinya maka sudah sewajarnya mereka harus
berani mengorbankan hidupnya di jalan yang Allah ridhai. Allah bukan sekedar
majikan manusia namun Allah adalah dzat yang menciptakan dan memelihara manusia
dan kekuasaan Allah jauh lebih besar dari kekuasaan manusia atas binatang.
Dari uraian tersebut Nampak sekali bahwa Islam member pengertian baru
terhadap ajaran qurban. Tradisi qurban yang sudah biasa dilakukan oleh sebagian
manusia diartikan lebih mendalam oleh agama Islam. Dalam bentuk lahir mungkin
saja ada persamaan tetapi dalam bentuk batin sangat berbeda. Agama terdahulu
sebelum Islam datang mengartikan qurban dengan maksud meredakan murka Allah
atau menebus dosa tetapi menurut Islam qurban berarti pengorbanan jiwa dan
raga, lahir dan batin serta menjadi lambang kerelaan dirinya untuk mengorbankan
hidupnya dan segala sesuatu yang dimilikinya untuk membela kebenaran dan
mencari keimanan kepada Allah yang sesungguhnya.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar